Banyuwangi - Inovasi pengelolaan limbah yang diterapkan PT Bumi Suksesindo (PT BSI) menjadi kunci kesinambungan operasional tambang emas Tumpang Pitu di Banyuwangi. Dengan menerapkan prinsip reduce, reuse, dan recycle pada limbah B3 dan non-B3, PT BSI berhasil mengolah berbagai jenis limbah, termasuk memanfaatkan oli bekas sebagai bahan pengganti solar untuk peledakan batuan.
Inisiatif ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap industri tambang yang bertanggung jawab.
Ada dua jenis limbah yang dihasilkan dari operasional penambangan PT BSI, yakni limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) dan limbah non-B3. PT BSI senantiasa mengupayakan penggunaan prinsip reduce, reuse, recycle terhadap limbah yang dihasilkan. “Mungkin tidak semua limbah bisa kami terapkan. Tapi untuk beberapa limbah kami sudah terapkan prinsip tersebut,” kata Doni Roberto, Manajer Lingkungan PT BSI.
Doni menunjuk pemanfaatan oli bekas yang kurang lebih 50-70 persen untuk menjadi bahan pengganti solar yang digunakan dalam peledakan batuan di tambang. “Kami sudah mengantongi persetujuan teknis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2023. Kami sedang berproses untuk SLO (Surat Layak Operasi) untuk fasilitasnya,” katanya.
Pemanfaatan oli bekas hanyalah satu contoh inovasi pengolahan limbah oleh PT BSI. Pengolahan limbah ini sebenarnya sudah tercantum lengkap di dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang sudah disahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Limbah B3 yang dihasilkan di PT BSI sendiri telah memiliki izin penyimpanan sementara dari pemerintah. Dengan peraturan terbaru, kami sudah memiliki dokumen rincian teknis. Dokumen rincian teknis ini mengacu ke peraturan terkait dan sudah diintegrasikan dalam Amdal PT BSI,” kata Doni.
Sejumlah limbah B3 yang dihasilkan PT BSI antara lain oli bekas, gemuk atau grease, filter kendaraan dan alat berat, bahan kimia tidak terpakai, misalnya dari hasil analisis laboratorium, dan limbah B3 lain dari bahan elektronik, seperti baterai bekas, komputer bekas, dan lampu bekas.
Doni mengatakan, semuanya dikelola dalam satu gudang utama yang memiliki izin. “Kemudian dari situ kami akan kirim ke pengelola limbah B3 berizin di beberapa tempat,” jelasnya.
PT BSI telah memiliki akun SIMPEL yang menjadi bagian dari pelaporan pengelolaan limbah B3. Pelaporan ini terintegrasi, termasuk dengan transporter atau alat angkut dan pengolahannya, untuk dilaporkan kepada pemerintah setiap tiga bulan sekali.
Masalah limbah adalah masalah yang paling sering disalahpahami dan memunculkan prasangka terhadap penambangan emas oleh masyarakat. Prasangka ini bukannya tidak disadari oleh PT BSI. Sosialisasi dan edukasi menjadi kunci untuk meluruskannya.
“Untuk saat ini dengan penambangan bijih di permukaan, PT BSI tidak menghasilkan tailing karena proses terhadap bijihnya sendiri secara hidrometalurgi. Heapleaching di satu fasilitas yang sudah didesain aman dan hanya penyiraman dengan sianida saja. Dari situ kita menghasilkan konsentrat emas dan perak yang kita lebur menjadi emas dan perak batangan,” kata Doni.
Selain limbah B3 yang diolah dengan penuh presisi dan hati-hati, pengolahan limbah domestik oleh PT BSI justru menjadi sarana pemberdayaan masyarakat. Kerja sama dengan kelompok PEGA Indonesia yang diprakarsai anak-anak muda setempat berhasil mengolah sampah dari dapur dan sisa-sisa makanan karyawan untuk pakan ulat maggot (larva lalat hitam).
Sementara itu, limbah non-B3 anorganik seperti kardus bekas dan kemasan bekas makanan bisa didaur ulang. Sampah kemasan yang bernilai ekonomis dikumpulkan dalam satu fasilitas untuk kemudian diberikan cuma-cuma kepada masyarakat yang ingin memanfaatkan.
“Sedangkan untuk sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan, kami bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi untuk dibawa ke tempat penampungan sampah sementara untuk diolah lagi,” kata Doni.
Pengolahan dan pengelolaan limbah ini tak selamanya berjalan mulus. Ada tantangan regulasi yang harus dihadapi PT BSI. “Regulasi terkait pengelolaan limbah cukup dinamis. Perubahan-perubahan ini yang jadi panduan bagi kami. Ini tantangan tersendiri,” kata Doni.
Mengedukasi seluruh karyawan untuk mengelola limbah yang dihasilkan dengan baik sesuai prosedur yang berlaku di internal perusahaan juga menjadi tantangan tersendiri. Pendisiplinan dalam pengelolaan dan pengolahan limbah domestik yang baik bisa menjadi kultur.
“Kami melakukan sosialisasi kepada setiap karyawan, termasuk juga mitra perusahaan yang bekerja dalam wilayah kami. Kami sosialisasi dan inspeksi pengelolaan lingkungan di setiap lokasi dengan tujuan meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan,” kata Doni.
Tantangan lainnya adalah terkait biaya. “Untuk pengelolaan limbah ini, khususnya limbah B3 biayanya tak sedikit. Limbah-limbah B3 harus diserahkan ke pihak pengelola yang berizin dengan biaya yang harus kita keluarkan,” kata Doni.
Tidak ada jalan lain bagi PT BSI selain rutin memantau peraturan-peraturan terkait pengelolaan limbah untuk bisa disesuaikan regulasi dengan perusahaan. “Kami patuh terhadap peraturan tersebut. Kami juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan arahan terkait pengelolaan limbah, termasuk saat perizinannya,” kata Doni.
PT BSI melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan dalam aturan. Koordinasi dengan instansi terkait menjadi penting agar masalah perizinan ini bisa diselesaikan dalam waktu cepat dan tidak berlarut-larut.
Sementara untuk menumbuhkan pemahaman terhadap masyarakat, mining tour atau tur tambang menjadi sarana efektif. Tur ini terbuka untuk masyarakat lingkar tambang, termasuk pemerintah daerah, pelajar, dan kalangan umum.
“Kami membuka pintu untuk mereka melihat langsung ke tambang dan beberapa lokasi pengelolaan lingkungan, termasuk rehabilitasi lahan yang dilakukan secara progresif atau bersamaan dengan penambangan dan tidak menunggu tambang selesai beroperasi,” kata Doni.