Keterangan Gambar : Lahan persawahan di Kabupaten Banyuwangi
Banyuwangi - Keterbatasan alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat tahun ini mendorong Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Banyuwangi untuk kembali menggenjot penggunaan pupuk organik sebagai solusi alternatif.
“Pengelolaan kotoran ternak menjadi pupuk organik adalah potensi besar yang bisa dioptimalkan untuk mengatasi keterbatasan ini,” jelas Ilham.
Menurut data e-RDKK 2024, kebutuhan pupuk Urea di Banyuwangi mencapai 49.139,74 ton, sedangkan NPK sebanyak 60.045,37 ton. Namun, alokasi yang diterima dari Kementerian Pertanian hanya 25.947,68 ton untuk Urea atau sekitar 53 persen dari kebutuhan, dan 17.642,36 ton untuk NPK, atau hanya 29 persen dari yang diusulkan.
Kondisi ini, menurut Ilham, membuat pentingnya penerapan alternatif seperti pupuk organik yang dapat dihasilkan sendiri oleh petani dari bahan-bahan lokal. “Kami berupaya agar petani tidak bergantung sepenuhnya pada pupuk bersubsidi yang terbatas,” tambahnya.
Untuk mendukung upaya ini, Dispertan juga menjalankan berbagai program inovasi, termasuk pemberian bantuan pupuk organik cair (POC) kepada petani, penyebaran informasi tentang penggunaan pupuk non-subsidi dengan metode pengenceran (kocor), serta monitoring dan evaluasi distribusi pupuk bersubsidi agar tetap tepat sasaran.
Ilham menegaskan bahwa langkah-langkah ini dirancang agar produktivitas pertanian tetap stabil meskipun pasokan pupuk bersubsidi terbatas. “Kami harap inovasi ini dapat menjaga produksi komoditas utama di Banyuwangi agar tidak terganggu oleh pengurangan kuota pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat,” pungkas Ilham.(*)